Rabu, 30 Desember 2015
Penjelasan As-Salam
A.
Pengertian As-Salam
Secara bahasa,
salam (سلم)
adalah al-i'tha' (الإعطاء) dan at-taslif (التسليف).
Keduanya bermakna pemberian. Ungkapan aslama ats tsauba
lil al-khayyath bermakna: dia telah menyerahkan baju kepada penjahit.
Sedangkan secara istilah syariah, akad salam
didefinisikan oleh para fuqaha secara umumnya: (بيع موصوف في الذمة ببدل يعطى عاجلا).
Jual-beli barang yang disebutkan sifatnya dalam tanggungan
dengan imbalan pembayaran) yang dilakukan saat itu juga. Penduduk Hijaz
mengungkapkan akad pemesanan barang dengan istilah salam, sedangkan penduduk
Irak menyebutnya Salaf. Jual beli salam adalah suatu benda yang disebutkan
sifatnya dalam tanggungan atau memberi uang didepan secara tunai, barangnya
diserahkan kemudian/ untuk waktu yang ditentukan. Menurut ulama syafi’iyyah
akad salam boleh ditangguhkan hingga waktu tertentu dan juga boleh diserahkan
secara tunai.
Secara lebih
rinci salam didefenisikan dengan bentuk jual beli dengan pembayaran dimuka dan
penyerahan barang di kemudian hari (advanced payment atauforward
buying atau future sale) dengan harga, spesifikasi,
jumlah, kualitas, tanggal dan tempat penyerahan yang jelas, serta disepakati
sebelumnya dalam perjanjian. Fuqaha menamakan jual beli ini dengan “penjualan
Butuh” (Bai’ Al-Muhawij). Sebab ini adalah penjualan yang
barangnya tidak ada, dan didorong oleh adanya kebutuhan mendesak
pada masing-masing penjual dan pembeli. Pemilik modal membutuhkan
untuk membeli barang, sedangkan pemilik barang butuh kepada uang dari harga
barang. Berdasarkan ketentuan-ketentuannya, penjual bisa mendapatkan pembiayaan
terhadap penjualan produk sebelum produk tersebut benar-benar tersedia.
B.
Dasar Hukum As-Salam
Landasan syariah transaksi bai’ as-Salam terdapat
dalam al-Qur’an dan al-Hadist.
1.
Al-Quran
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalahtidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya” (QS. Al-Baqarah : 282). Dan utang secara umum meliputi utang-piutang dalam
jual beli salam,dan utang-piutang dalam jual beli lainnya. Ibnu Abbas telah
menafsirkan tentang utang-piutang dalam jual beli salam.
Dalam kaitan ayat di atas Ibnu Abbas menjelaskan
keterkaitan ayat tersebut dengan transaksi bai’ as-Salam, hal
ini tampak jelas dari ungkapan beliau: “Saya bersaksi bahwa salam (salaf)
yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada
kitab-Nya dan diizinkan-Nya.” Ia lalu membaca ayat tersebut.
2.
Al-Hadist
عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ
اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَدِمَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم اَلْمَدِينَةَ,
وَهُمْ يُسْلِفُونَ فِي اَلثِّمَارِ اَلسَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ, فَقَالَ: ( مَنْ
أَسْلَفَ فِي تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ, وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ,
إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَلِلْبُخَارِيِّ: مَنْ
أَسْلَفَ فِي شَيْءٍ
Ibnu Abbas
berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam datang ke Madinah dan penduduknya
biasa meminjamkan buahnya untuk masa setahun dan dua tahun. Lalu beliau
bersabda: "Barangsiapa meminjamkan buah maka hendaknya ia meminjamkannya
dalam takaran, timbangan, dan masa tertentu." Muttafaq Alaihi. Menurut
riwayat Bukhari: "Barangsiapa meminjamkan sesuatu."
وَعَنْ عَبْدِ اَلرَّحْمَنِ بْنِ
أَبْزَى، وَعَبْدِ اَللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-
قَالَا:( كُنَّا نُصِيبُ اَلْمَغَانِمَ مَعَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
وَكَانَ يَأْتِينَا أَنْبَاطٌ مِنْ أَنْبَاطِ اَلشَّامِ, فَنُسْلِفُهُمْ فِي
اَلْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ وَالزَّبِيبِ - وَفِي رِوَايَةٍ: وَالزَّيْتِ -
إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى. قِيلَ: أَكَانَ لَهُمْ زَرْعٌ? قَالَا: مَا كُنَّا
نَسْأَلُهُمْ عَنْ ذَلِك) رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
Abdurrahman Ibnu Abza dan Abdullah Ibnu Aufa Radliyallaahu 'anhu berkata:
Kami menerima harta rampasan bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
Dan datanglah beberapa petani dari Syam, lalu kami beri pinjaman kepada mereka
berupa gandum, sya'ir, dan anggur kering -dalam suatu riwayat- dan minyak untuk
suatu masa tertentu. Ada orang bertanya: Apakah mereka mempunyai tanaman?
Kedua perawi menjawab: Kami tidak menanyakan hal itu kepada mereka. (HR.
Bukhari).
Abdullah bin Abu Mujalid r.a. berkata, Abdullah bin Syadad bin Haad pernah
berbeda pendapat dengan Abu Burdah tentang salaf. Lalu mereka utus saya kepada
Ibnu Abi Aufa.Lantas saya tanyakan kepadabya perihal iti.Jawabnya.‘Sesungguhnya
pada masa Rasulullah Saw., pada masa Abu Bakar, pada masa Umar, kami pernah
mensalafkan gandum, sya’ir, buah anggur, dan kurma. Dan saya pernah pula
bertanya kepada Ibnu Abza, jawabnya pun seperti itu juga.(Bukhari).
3. Ijma’
Mengutip dari
perkataan Ibnu Mundzir yang mengatakan bahwa, semua ahli ilmu (ulama) telah
sepakat bahwa jual beli salam diperbolehkan, karena terdapat kebutuhan dan
keperluan untuk memudahkan urusan manusia. Dari berbagai landasan di atas,
jelaslah bahwa akad salamdiperbolehkan sebagai kegiatan bemuamalah
sesama manusia.
C. Rukun Dan Syarat
1. Mu’qidain:
Muslam (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang. Muslam
ilaih (penjual) adalah pihak yang memasok barang pesanan.
-
Cakap bertindak
hukum ( baligh dan berakal sehat).
-
Muhtar ( tidak dibawah tekanan/paksaan).
2. Modal atau
uang. Ada pula yang menyebut harga (tsaman).
-
Jelas dan terukur
-
Disetujui kedua pihak
-
Diserahkan tunai/cash ketika akad berlangsung
3. Muslan
fiih adalah barang yang dijual belikan (obyek transaksi)
-
Dinyatakan jelas jenisnya
-
Jelas sifat-sifatnya
-
Jelas ukurannya
-
Jelas batas waktunya
-
Tempat penyerahan dinyatakan secara jelas
4. Shigat adalah ijab dan
qabul.
- harus diungkapkan dengan jelas, sejalan, dan tidak
terpisah oleh hal-hal yang dapat memalingkan keduanya dari maksud akad.
Para imam
mazhab telah bersepakat bahwasanya jual beli salam adalah benar dengan enam
syarat yaitu jenis barangnya diketahui, sifat barangnya diketahui, banyaknya
barang diketahui, waktunya diketahui oleh kedua belah pihak, mengetahui kadar
uangnya, jelas tempat penyerahannya.
Namun Imam
Syafi’i menambahkan bahwa akad salam yang sah harus memenui syarat
in’iqad, syarat sah, dan syarat muslam fiih.
1.
Syarat-syarat In’iqad
a. Pertama, menyatakan
shigat ijab dan qabul, dengan sighat yang telah disebutkan.
b. Kedua, pihak yang
mengadakan akad cakap dalam membelanjakan harta. Artinya dia telah baligh dan
berakal karena jual beli salam merupakan transaksi harta benda, yang
hanya sah dilakukan oleh orang yang cakap membelanjakan harta, sepertihalnya
akad jual beli.
2.
Syarat Sah Salam
a. Pertama, pembayaran dilakukan di majelis akad sebelum akad
disepakati, mengingat kesepakatan dua pihak sama dengan perpisahan. Alasannya,
andaikan pembayaran salam ditangguhkan,terjadilah transaksi yang mirip dengan
jual beli utang dan piutang, jikaharga berada dalam tanggungan. Disamping itu
akad salam mengandung gharar.
b.
Kedua, pihak pemesan secara khusus berhak menentukan tempat
penyerahan barang pesanan, jika dia membayar ongkos kirim barang. Jika tidak
maka pemesan tidak berhak menentukan tempat penyerahan. Apabila penerima
pesanan harus menyerahkan barang itu di suatu tempat yang tidak layak dijadikan
sebagai tempat penyerahan. misalnya gurun sahara,, atau layak
dijadikan tempat penyerahan barang tetapi perlu biaya pengangkutan, akad salam
hukumnya tidak sah.
PENCEMARAN AIR
A.
Pengertian Tentang Pencemaran Air
Kita hidup dizaman serba canggih dengan kemajuan
ilmu serta teknologi. Akan tetapi, dampak negative yang dihasilkan sangatlah
besar, yaitu polusi yang mana merupakan peristiwa masuknya zat, energi, unsur
atau komponen lain yang merugikan lingkungan dari akibat aktivitas manusia atau
prose alami. Serta menyebabkan polusi yang disebut polutan.
Suatu hal dikatakan
polutan apa bila:
Ø Kadar
melebihi/kurang dari batas normal
Ø Berada
pada tempat dan waktu yang tidak tepat.
Polutan
sendiri dapat berupa debu, bahan kimia, suara, panas, radiasi, makhluk hidup, dsb.
Dan bila polutan berlebihan, ekosistem
tidak dapat seimbang dan tidak dapat melakukan regenerasi (pembersihan
sendiri).
Polusi air merupakan peristiwa masuknya zat, energi, unsur/komponen lainnya di
dalam air sehingga kualitas air terganggu yang mana dapat ditandai dengan
adanya perubahan bau, rasa, dan warna pada air sehingga air tidak murni lagi.
Dikutip
dalam Keputusan Menteri Negara Kepedudukan dan Lingkungan Hidup
No.02/MENLH/I/1998, yang dimaksud dengan polusi/pencemaran air adalah
masuk/dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam
air/udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi dengan peruntukannya. Itulah kenapa air sebagai sumber utama
bagi manusia serta makhluk hidup lainnya dimuka bumi ini karena merupakan salah
satu bagian dari siklus hidrologi. Selain mengalirkan air juga mengalirkan
sedimen dan polutan. Akan tetapi, fenomena alam seperti gunung merapi, badai,
gempa bumi, tsunami, dll dapat mengakibatkan perubahan besar terhadap kualitas
air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran air.
B.
Ciri-Ciri Air Tercemar Polusi
Ciri-ciri air yang mengalami
polusi/tercemar sangat bervariasi karena tergantung dengan jenis air dan polutan
yang terkandung didalamnya. Namun cirri yang paling mudah diketahui
adalah: Berbau, Berwarna, Beracun, dan Berasa.
C.
Sifat-Sifat Pencemaran Air
Untuk mengetahui terpolusinya air dapat
diamati dengan terjadinya perubahan-perubahan antara lain :
- Nilai pH, keasaman dan alkalinitas pH normal air adalah 6-8 pH. Bila terlalu rendah, maka dapat menyebabkan korosif.
- Suhu, Apabila suhu terlalu rendah, maka air akan terasa sejuk bahkan dingin hingga sedingin es. Begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, air biasa selalu memiliki suhu pas di ukuran 0o celcius.
- Warna, bau dan rasa, Warna : Air yang terpolusi biasanya berbeda dengan warna normalnya (jernih dan bening). Bau : Biasanya tergantung pada sumber air, dapat disebabkan oleh bahan kimia, tumbuhan dan hewan air baik yang hidup maupun mati (seperti bau amis dan busuk). Rasa : Air normal tidak mempunyai rasa, kecuali rasa asin pada air laut.
- Jumlah kandungan oksigen dalam air, Pencemaran mikroorganisme patogen Kandungan minyak, Kandungan logam berat, Kandungan bahan radio aktif
D.
Macam-Macam Sumber Air Yang Berpolutan
Macam-macam sumber air yang berpolusi, antara lain:
Macam-macam sumber air yang berpolusi, antara lain:
·
Limbah industri
·
Pertanian
·
Rumah Tangga
Ada beberapa tipe
polutan yang mana dapat merusak perairan, yaitu:
Ø Mengandung
bibit penyakit
Ø Butuh
banyak O2 (Oksigen) untuk penguraiannya (sehingga kekurangan O2 saat proses
penguraian)
Ø Bahan-bahan
kimia organik dari industri
Limbah pupuk pertanian
Limbah pupuk pertanian
Ø Bahan-bahan
yang tidak sedimen (endapan)
Ø Bahan-bahan
yang mengandung radioaktif dan panas
Padahal
air adalah unsur alam yang penting bagi manusia dengan sifat mengalir dan
meresapnya. Akan tetapi, karena jalur-jalur aliran dan resapan air terhambat karena
polutan, timbulah banjir.
Musibah banjir dapat dibagi menjadi 2 berdasarkan akibat polusi air, antara
lain: Banjir bandang (banjir besar), yaitu: terjadi dari akibat meluap dari
jalur-jalur aliran (sungai) dengan volume air yang sangat besar
Banjir genangan, yaitu: banjir lokal atau setempat karena akibat dari
tergenangnya/terkonsentrasinya air hujan pada daerah tersebut yangmana saluran
air (arainase) dan lahan resapannya sangat terbatas sehingga air bisa masuk
atau menggenangi lingkungan serta dalam rumah kita.
Penggunaan
pada insektisida seperti DDT (Dhicloro Diphenil Trichonethan) oleh para petani
untuk memberantas hama tanaman serta serangga penyebar penyakit secara
berlebihan dapat mengakibatkan pencemaran terhadap air yang diserap oleh
tanaman.
Sehingga terjadi pembusukan yang berlebihan diperairan dapat pula menyebabkan
pencemaran. Pembuangan sampah dapat mengakibatkan kadar O2 terlarut dalam air
semakin berkurang karena sebagian besar dipergunakan oleh bakteri pembusuk. Serta
pembuangan sampah organik yang dibuang ke sungai terus-menerus, selain
mencemari air, pada musim hujan akan timbul bencana banjir.
E.
Penyebab Dari Timbulnya Pencemaran Air
Pencemaran
air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
·
Sampah organik seperti air comberan
menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada air yang menerimanya yang
mengarah pada berkurangnya oksigen yang dapat berdampak parah terhadap seluruh
ekosistem.
·
Industri membuang berbagai macam polutan
ke dalam air limbahnya seperti logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan
padatan. Air limbah tersebut memiliki efek termal, terutama yang dikeluarkan
oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air.
·
Seperti limbah pabrik yg mengalir ke
sungai seperti di sungai citarum.
F.
Bahaya Yang Ditimbulkan
Bibit
penyakit dari hasil polusi air mengandung zat-zat yang bersifat beracun dan
bahan radioaktif yang mana dapat merugikan manusia. Kenapa? Karena polutan
memerlukan banyak sekali kandungan O2, akan tetapi apabila kekurangan, maka
akan terjadi perubahan warna dan pembusukan. Karena proses penguraian terhadap
polutan tidak akan sempurna sehingga timbulah polusi pada air.
Permasalahan terbesar dalam polusi air adalah pembuangan sampah disembarang
tempat. Misalnya: pembuangan sampah pada muara sungai, laut, atau got-got kecil
rumahan. Ini bisa menimbulkan penyakit.
Contoh kejadian seperti di Jepang. Zat merkuri yang dibuang oleh sebuah
industri plastik ke teluk Minamata terakumulasi dijaringan tubuh ikan dan
masyarakat yang mengkonsumsi menderita cacat atau hingga meninggal.
G.
Akibat Air Tercemar
Akibat
yang ditimbulkan oleh polusi air, antara lain:
·
Terganggunya kehidupan organisme air
karena berkurangnya kandungan oksigen (O2) Terjadinya ledakan ganggang dan
tumbuhan air.
·
Pendangkalan dasar perairan
·
Dalam jangka panjang adalah kanker dan
kelahiran cacat
·
Akibat penggunaan pastisida yang
berlebihan sesuai selain membunuh hama dan penyakit, juga membunuh serangga dan
maskhluk berguna terutama predator
·
Kematian biota kuno, seperti: plankton
dan lainnya bahkan burung
·
Mutasi sel, kanker, dan leukemia
Akibat dari timbulnya
air yang tercemar antara lain:
Ø Dapat
menyebabkan banjir
Ø Erosi
Ø Kekurangan
sumber air
Ø Dapat
membuat sumber penyakit
Ø Tanah
longsor
Ø Dapat
merusak ekosistem sungai
H.
Usaha-Usaha Guna Mengatasi Dan Mencegah
Pada
musim hujan, biasanya pasti akan terjadi yang mananya banjir. Mungkin
langkah-langkah dibawah ini dapat mencegah adanya banjir genangan, antara lain:
Dalam perencanaan jalan- jalan lingkungan baik program pemerintah maupun
swadaya masyarakat sebaiknya memilih material bahan yang menyerap air misalnya
penggunaan bahan dari pavling blok (blok-blok adukan beton yang disusun dengan
rongga-rongga resapan air disela-selanya). Hal yang tidak kalah pentingnya
adalah penataan saluran lingkungan, pembuatannyapun harus bersamaan dengan
pembuatan jalan tersebut.
Apabila
di halaman pekarangan-pekarangan rumah kita masih terdapat ruang- ruang
terbuka, buatlah sumur-sumur resapan air hujan sebanyak-banyaknya. Fungsi sumur
resapan air ini untuk mempercepat air meresapke dalam tanah. Dengan membuat
sumur resapan air tersebut, sebenarnya kita dapat memperoleh manfaat seperti
berikut: Persediaan air bersih dalam tanah disekitar rumah kita cukup baik dan
banyak. Tanah bekas galian sumur
dapat dipergunakan untuk menimbun lahan-lahan yang rendah atau meninggikan
lantai rumah.
Apabila
air hujan tidak tertampung oleh selokan- selokan rumah, dapat dialirkan ke
sumur-sumur resapan. Jangan membuang sampah atau mengeluarkan air limbah rumah
tangga (air bekas mandi, cucian dan sebagainya) ke dalam sumur resapan karena
bisa mencemari kandungan air tanah.
Apabila
air banjir masuk ke rumah menapai ketinggian 20-50 cm, satu- satunya jalan
adalah meninggikan lantai rumah kita di atas ambang permukaan air banjir.
Cara lain adalah membuat tanggul di depan pintu masuk rumah kita. Cara ini
sudah umum dilakukan orang, hanya saja teknisnya sering kurang terencana secara
mendetail.
Banyak sekali jenis
penanganan pada air buangan, antara lain:
1. Proses
penanganan primer (membuang bahan-bahan padatan yang mengendap atau mengapung)
Penyaringan
Pengendapan (menghilangkan komponen-komponen fosfor dan padatan tersuspensi)
dan pemisahan
Pemindahan endapan
2. Proses penanganan sekunder (proses dekomposisi
bahan-bahan padatan secara biologi)
Penyaringan trikel
Lumpur aktif
3. Proses
penanganan tersier
Adsorpsi (bahan-bahan organik terlarut)
Elektrodoalisis (menurunkan konsentrasi garam-garam terlarut sampai pada
konsentrasi air semula, sebelum digunakan)
Osmosis berlawanan
Khloranisasi (menghilangkan organisme penyebab penyakit)
Pengertian Dan Pendapat Ulama Tentang Mazhab Shahaby
A.
Pengertian Mazhab Shahaby
Setelah Rasul wafat, yang memberikan fatwa kepada orang banyak pada
waktu itu ialah Jemaah Sahabat. Mereka itu mengetahui fikih ilmu pengetahuan
dan apa-apa yang biasa disampaikan oleh Rasul. Memahami Al-qur’an dan
hukum-hukumnya, inilah yang menjadi sumber dari fatwa-fatwa dalam
bermacam-macam masalah yang terjadi.
Beberapa orang perawi dari Tabi’in merawikan dan membukukan hadis,
sehingga ada diantaranya yang menulis riwayat, disamping sunah Rasulullah SAW.
Apakah fatwa itu menjadi sumber tasyrik yang dilengkapi dengan nash. Sebab
mujtahid itu kembali kepada sunahsebelum mempergunakan kias. Atau, semata-mata
hanya hasil pemikiranpribadi yang berkenaan dengan ijtihad. Bukan hujjah
terhadap kaum muslimin.
Menurut Jumhur Ulama Ushul, sahabat adalah mereka yang bertemu dengan Nabi saw dan
beriman kepadanya serta senantiasa bersama Nabi selama masa yang lama. Seperti
Khulafaurrasyidin, Ummahatul mu’minin, Ibnu Mas'ud, Ibn Abbas, lbn Umar, Ibn Al
'Ash dan Zaid bin Jabal. Tetapi menurut kebanyakan Ulama Hadis, sahabat adalah mereka yangbertemu dengan Nabi saw dan lman dengan dia sampai mati. Jaditidak mesti bersama beliau untuk
waktu yang lama.[1]
Mazhab sahabi atau disebut juga qaul
sahabi, atau qaul sahabat atau fatwa sahabat menurut definisi yang diberikan oleh
ahli ushul adalah:
ﻓﺘﻮﻯﺍﻠﺼﺤﺎﺒﺔﺒﺈﻨﻔﺮﺍﺩﻩ
“ fatwa seorang
sahabat nabi secara perorangan “.[2]
Para ulama sepakat bahwa perkataan sahabat yang bukan berdasarkan pikiran
mereka semata adalah hujjah (dasar hukum) bagi kaum muslimin, karena apa yang
dikatakan oleh para sahabat itu tentu saja berasal dari apa yang telah didengar
dari rasul. Misalnya perkataan
Aisyah r.a. yang diriwayatkan oleh Dar Quthni :
ﻻﻋﻜﻦﺍﻠﺤﻤﻞﻔﻰﺒﻄﻦﺍﻤﻪﺍﻜﺜﺮﻤﻦﺴﻨﺘﻴﻦﻘﺪﺮﻤﺎﻴﺘﺤﻮﻞﻈﻞﺍﻠﻌﺰﻞ
“Kandungan itu
tidak akan lebih dua tahun dalam perut ibunya, sepanjang bayang-bayang benda
ditancapkan.”
Keterangan Aisyah bahwa maksimal
waktu mengandung itu adalah dua tahun bukanlah semata-mata pendapatnya atas
dasar ijtihad pribadi. Bila hal ini benar adanya dan dapat diterima menurut
kenyataan niscaya keterangan tersebut bersumber dari apa yang telah didengar
dari Rasulullah, walaupun menurut lahirnya adalah ucapan Aisyah sendiri.
Begitu juga perkataan seorang sahabat yang tidak mendapat tentangan dari
sahabat lain, adalah hujjah bagi umat islam. Karena persesuaian mereka dalam
suatu masalah, dimasa mereka hidup masih dekat dengan masa nabi, serta
pengetahuan mereka yang mendalam tentang rahasia-rahasia syariat, menjadi bukti
bahwa pendapat yang tidak mendapat bantahan itu berdasarkan kepada dalil yang kuat
dari Rasulullah SAW.
Keputusan Abu Bakar
untuk memberikan seperenam harta warisan kepada beberapa orang nenek, misalnya,
tidak dibantah oleh sahabat-sahabat lainnya. Bahkan, dalam masalah yang sama,
Umar pun memutuskan demikian.
Oleh karenanya, hukum
yang ditetapkan oleh Abu Bakar tersebut merupakan hukum yang wajib diikuti
karena merupakan ketentuan yang tidak diperselisihkan oleh para sahabat dan
kaum Muslimin.Adapun yang diperselisihkan para ulama sebagai sumber hukum islam
adalah perkataan sahabat yang semata-mata berdasar hasil ijtihad
sendiri-sendiri dan mereka tidak dapat satu perkataan.[3]
B.
Pendapat Ulama Tentang Mazhab
Shahaby
Dari uraian diatas, tidak diragukan lagi bahwa pendapat para sahabat
dianggap sebagai hujjah bagi umat islam, terutama dalam hal-hal yang tidak bisa
dijangkau akal. Karena pendapat mereka bersumber langsung dari Rasulullah saw.
Keterangan diatas tidaklah sah untuk dijadikan lapangan ijtihad dan
pendapat. Namun karena sumbernya benar-benarnya dari Rasulullah saw maka
dianggap sebagai sunah meskipun pada zahirnya merupakan ucapan sahabat.
Pendapat sahabat yang tidak bertentangan dengan sahabat lain bisa dijadikan
hujaholeh umat islam. Hal ini karena kesepakatan mereka terhadap hukum sangat
berdekatan dengan zaman Rasullulah saw.
Mereka juga mengetahui tentang rahasia-rahasia syariat dan
kejadian-kejadian lain yang bersumber dari dalil-dalil yang qath’i. Seperti
kesepakatan mereka atas pembagian waris untuk nenek yang mendapat bagian
seperenam. Ketentuan tersebut wajib diikuti karena tidak diketahui adanya
perselisihan dari umat islam.
Abu hanifah menyetujui pernyataan tersebut dan berkata, ”apabila saya
tidak mendapatkan hukum dalam al’quran dan sunnah, saya mengambil pendapat para
sahabat yang saya kehendaki dan saya meninggalkan pendapat orang yang tidak
saya kehendaki. Namun, saya tidak keluar dari pendapat mereka yang sesuai
dengan lainnya “.
Dengan demikian, Abu Hanifah tidak memandang bahwa pendapat seseorang sahabat itu sebagai
hujjah karena dia bisa mengambil pendapat mereka yang dia kehendaki. Namun dia
tidak memperkenankan untuk menentang pendapat-pendapat mereka secara
keseluruhan. Dia memperkenankan adanya qiyas terhadap suatu peristiwa, bahkan
dia mengambil cara nasakh ( menghapus atau menghilangkan ) terhadap berbagai
pendapat yang terjadi diantara mereka.
Menurut Abu Hanifah, perselisihan antara 2 orang sahabat mengenai hukum
suatu kejadian sehingga terdapat dua pendapat, bisa dikatakan ijma’ diantara
keduanya. Maka kalau keluar dari pendapat mereka secara keseluruhan berarti
telah keluar dari ijma’ mereka.
Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa pendapat orang tertentu
dikalangan sahabat tidak dipandang sebagai hujjah. Bahkan beliau memperkenankan
untuk menentang pendapat mereka secara keseluruhan dan melakukan ijtihad untuk
mengistinbat pendapat lain dengan alasan bahwa pendapat mereka adalah pendapat
ijtihadi secara perseorangan dari orang yang tidak ma’sum (tidak terjaga dari
dosa).
Selain itu para sahabat juga dibolehkan menentang sahabat lainnya dengan
demikian para mujtahid juga dibolehkan menentang pendapat mereka. Maka tidaklah
aneh jika Imam Syafi’i melarang untuk menetapkan hukum atau memberi fatwa,
kecuali dari kitab dan sunnahatau dari pendapat yangdisepakati oleh para ulama
dan tidak terdapat perselisihan diantara mereka, atau menggunakan qiyas pada
sebagiannya.[4]
Perbedaan pendapat ulama terhadap fatwa sahabat, sebagian Ulama berpendapat dijadikan hujjah,
bila hukumnya takterdapat dalam Kitab, Sunnah dan ijma'. Argumentasi mereka adalah :
1. Firman Allah (surah At-Taubah ayat 100):
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ
الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِوَالَّذِينَ
اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
وَرَضُوا عَنْهُ
“(Kaum Muhajirin dan Anshar yang tergolong Assabiquunal
awwaluun dan mereka yang
mengikutinya dengan ihsan, maka Allah meridhai mereka dan mereka pun ridha akan
Allah).”
Assabiqunitu adalah sahabat yang oleh Allah diridhai bersama pengikut mereka, maka berpegang kepada fatwa mereka merupakan mengikuti mereka dan sarana keridhaan Allah.
2. Sunnah Nabawiyah yang menunjukkan ketinggan martabat sahabatdan keabsahan mengikutinya. Di antaranyasabda Nabi saw :
ﺍَﻨَﺎﺍَﻤَﺎﻦٌﻻََِﺼْﺤَﺎﺒِﯽ٬ﻮَﺍَﺼْﺤَﺎﺒِِﯽﺍَﻤَﺎﻦٌﻻُِﻤﱠﺘِﯽ٠
“(Aku
adalah pelindung sahabat dan mereka pelindung umatku).”
ﺍَﺼْﺤَﺎﺒِﯽﮐَﺎﻟﻨُّﺟُﻮْﻢِﺒِﺎﻴِّﻬِﻢْﺍِﻘْﺘَدَﻴْﺘُﻢْﺍِﻫْﺘَدَﻴْﺘُﻢْ٠
“(Sahabatku bagaikan bintang gumintang. Apa
saja yang mereka tunjuki kepada kamu, maka itu adalah merupakan petunjuk bagi
kamu).”[5]
3.
Bahwa fatwa-fatwa yang mereka berikan tidak keluar darisunnah Nabi ditinjau dari berbagai aspek :
a. Fatwa yang didengar sahabat dari
nabi.
b. Fatwa yang didengar dari orang yang
mendengar dari Nabi.
c. Fatwa yang didasarkan atas
pemahamannya terhadap Al-Qur’an yang agak kabur dari ayat tersebut pemahamannya
bagi kita.
d. Fatwa yang disepakati oleh
tokoh-tokoh sahabat yang sampai kepada kita melalui salah seorang sahabat.
e. Fatwa yang didasarkan kepada
kesempurnaan ilmunya baik bahasa maupun tingkah lakunya, kesempurnaan ilmunya
tentang keadaan Nabi dan maksud-maksudnya. Kelima hal ini adalah hujah yang
wajib diikuti.
f. Fatwa yang berdasarkan pemahaman
yang tidak datang dari Nabi dan salah pemahamannya, maka hal ini tidak jadi
hujah.[6]
Bentuk yang keenam ini tidak menjadi hujjah. Memang dimaklumi secara pasti bahwa kemungkinan terjadinya ihtimal pada kelima
aspek tersebut lebih merupakan dugaan yang kuat dibandingkan dengan ihtimal yang terjadi dari seorang tertentu. Oleh, karena itu kelimanya memberikan dugaan yang kuat bahwa kebenaran itu terdapat dalam fatwa mereka bukan pada yang menyalahinya. Dalam masalah fiqhyah kita hanya dituntut dengan keharusan dugaan yang kuat itu.
[2] Prof. Dr. Amir
Syarifudin, Garis-garis BesarUshul Fiqih, (Jakarta, Prenada Media Group : 2012), hal 75
[3] Prof. Dr. H.
Alaiddin Koto, M.A., Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada: 2011), hal 114-115
[4] Prof. Dr. Rachmat
Syafe’I, M.A., Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung, CV. Pustaka Setia : 2010, hal 142
Langganan:
Postingan (Atom)